Marak Penambang Pasir dengan Mesin Penyedot di Desa Gembongan dan Desa Candirejo Wilayah Hukum Polres Kota Blitar
Blitar, MHI– Aktivitas penambangan pasir dengan menggunakan mesin sedot yang sudah dimodifikasi masih marak terjadi. Razia oleh petugas rupanya tidak membuat pelaku usaha ini jera, mengingat ada pundi-pundi yang cukup menggiurkan di balik aktivitas penambangan tersebut.
Penambangan pasir dengan mesin sedot begitu mudah ditemukan, tepatnya di Desa Gembongan dan Desa Candirejo, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar termasuk Wilayah Hukum Polres Kota Blitar.
Penambang dengan leluasa mengeruk material pemberian Tuhan itu, tanpa ada hambatan, apalagi takut terkena razia petugas. Padahal aktivitas tersebut dilakukan pada siang hari terkesan kebal hukum.
Kondisi ini tentu patut dipertanyakan, mengingat aktivitas yang dilakukan berbahaya bagi kelestarian lingkungan di sekitarnya itu terancam rusak akibat ulah oknum tak bertangung jawab ini.
“Di samping itu aksi penambangan pasir di wilayah hukum polres Blitar kota, selama ini juga menjadi trending topik yang di suguhkan beberapa media cetak maupun media online, karna kegiatan pertambangan selama ini telah menjadi usaha yang menjanjikan bagi para pengusaha tambang.
Melalui investigasi yang dilakukan oleh team media ini ke lokasi, pada, Kamis (20/06/2024) sekitar pukul 14.00 WIB, memang benar di dua desa tersebut ada alat alat sedot pasir (disel) yang sedang beraktifitas melakukan penambangan pasir yang sedang beroperasi, dan beberapa armada dum truk yang sedang lalu lalang mengangkut pasir.
Menurut keterangan dari salah satu pekerja tambang di desa gembongan, tambang disini di kelola dua bos mas yaitu pak widodo dan pak jamroji, tambang yang sempat di tutup karna ada pemberitaan, dan baru berjalan beberapa bulan ini mas, terkadang sehari bisa mengisi lima sampai sepuluh rit.
Di tempat terpisah awak media ini juga meminta keterangan kepada warga sekitar lokasi galian yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan, bahwa di desa candirejo ini ada beberapa titik lokasi tambang mas, dan di kelola bos bos besar di antaranya sentot, biki, suroso dan edeng. mereka adalah para pelaku tambang yang sudah malang melintang melakukan aksinya, tanpa takut ancaman hukum yang akan menimpanya.
Tidak cukup sampai di situ, team terus menelusuri aktifitas penyedotan pasir, di saat melakukan perjalanan team juga menemukan kejanggalan terkait bahan bakar yang di gunakan untuk penyedotan pasir tersebut, bahan bakar apa yang di gunakan ? Bahkan team juga melihat ada yang mengetab dari tangki armada truk yang sedang parkir.
Dan team sempat menemui salah satu tokoh Pemerhati lingkungan, M Sutarto yang pernah Orasi terkait penutupan tambang tersebut, di salah satu rumah makan menyampaikan’ Bila aktivitas eksploitasi ini terus berlanjut dan tetap di biarkan, maka suatu saat pasti akan menimbulkan gesekan di masyarakat, karna akan terjadi bencana alam, maka dapat dipastikan akan berdampak luas.
Selain itu sangat besarnya kekayaan alam yang ada seharusnya dapat dikelola negara bersama masyarakat dengan baik, tidak harus dicuri atau lolos begitu saja kepada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Seharusnya kepala daerah ( bupati ) ikut bertindak tegas untuk melakukan tindakan penertiban galian ilegal tersebut, bukan terkesan pembiaran tambang tersebut. Seharusnya bupati berkaca dari kabupaten lain ( lumajang ) yang telah melakukan penertiban, sehingga menghasilkan PAD.
Jika tambang pasir ini tetap di teruskan, maka akan mengakibatkan rusaknya ekosistem dan mengakibatkan bencana alam yang akan menimpa warga sekitar.
Harapan kami “Semoga kegiatan tambang tersebut lekas ditertibkan dan ditutup, agar tidak terjadi musibah yang tidak kita inginkan, apalagi saat ini sudah masuk musim penghujan “tambahnya.
Padahal ILEGAL MINING tersebut sudah jelas-jelas banyak melanggar Peraturan Pemerintah, baik itu Perda Provinsi, Pergub Jatim, sampai INPRES dan (KUHP). Oleh karena itu, seharusnya tidak ada alasan bagi pengusaha tambang ilegal ini beraktivitas.
Bahwa dalam undang – undang di jelaskan, setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) “.
Dalam hal ini sudah menjadi kewenangan dari aparat penegak hukum wilayah setempat untuk menindak, menutup dan menghentikan segala sesuatu kegiatan ilegal mining yang jelas jelas melanggar hukum, agar tercapainya penegakan supremasi hukum tanpa pandang bulu siapa pemilik dan backing di balik tambang pasir ilegal tersebut.
Hingga berita ini dinaikkan, belum ada tindakan tegas dari Aparat Penegak Hukum setempat terkait aksi illegal mining yang terjadi wilayah hukum polres Blitar kota. Dan apabila tidak ada penindakan, maka berita ini akan kita running sampai usahaha tambang yang di duga ilegal itu di tutup.(Tim)