Adi Warman Selaku Ahli Hukum: Revisi UU Wantimpres Seharusnya Melalui Prolegnas

Jakarta,MHI– Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR resmi menyetujui revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menjadi rancangan undang-undang usul inisiatif DPR. Adapun revisi aturan itu akan mengubah UU Wantimpres menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA).

Kesepakatan itu diperoleh saat DPR menggelar rapat paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Lodewijk Freidrich Paulus di Senayan hari ini, Kamis, 11 Juli 2024 lalu.

Terkait dengan revisi UU Wantimpres tersebut Ahli Hukum Adi Warman menilai bahwa revisi UU tersebut sebagai inisiatif DPR yang tidak melalui prolegnas adalah hal yang keliru.

Hal itu diungkapkan oleh Adi Warman kepada Matahukum di Jakarta pada, Sabtu 13 Juli 2024.

“Saya meminta agar DPR memperhatikan bunyi pasal 22 ayat (1) Undang-Undang nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan karena saat ini tidak ada keadaan luar biasa, keadaan konflik, bencana alam atau tidak ada keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu rancangan undang-undang”, jelas Adi

Hal ini lanjut Adi yang juga pengacara Senior tersebut jelas adanya kesalahan prosedural, apalagi nomenklatur Dewan Pertimbangan Agung sudah dihapus dalam Undang-Undang Dasar 1945.

DPR ingin Bangkitkan DPA, Pakar Hukum: Enggak Masuk Akal

Senada dengan Adi Warman, Peneliti Pusat Studi Antikorupsi Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, mengkritik gagasan perubahan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Dia menilai ide tersebut tidak sesuai dengan konsep ketatanegaraan.

“Enggak masuk akal desain-desain seperti itu,” kata Herdiansyah kepada Tempo melalui sambungan telepon, Selasa, 9 Juli 2024 lalu

Adapun Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR) menyepakati agar revisi Undang-undang Perubahan atas UU Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden tersebut dibawa ke sidang paripurna. Nantinya, status dewan pertimbangan ini akan beralih dari lembaga pemerintah menjadi lembaga negara sehingga akan berkedudukan sejajar dengan presiden.

Berdasarkan Pasal 2 draf revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden yang dilihat Tempo, Dewan Pertimbangan Agung adalah lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Herdiansyah menjelaskan bahwa seharusnya dewan pertimbangan yang membantu presiden masuk dalam kategori lembaga pemerintah. Menurut dia, mengklasifikasikan dewan pertimbangan tersebut sebagai lembaga negara merupakan langkah yang keliru.

Itu salah kalau disebut sebagai lembaga negara. Di mana yang mengatakan itu lembaga negara?” ujarnya.

Secara teori, jika dewan pertimbangan masuk dalam kategori lembaga pemerintah, maka ia berada di dalam cabang kekuasaan eksekutif dan posisinya di bawah presiden. Di sisi lain, jika dewan pertimbangan diklasifikasikan sebagai lembaga negara, maka ia berdiri sendiri dan memiliki kedudukan yang sama dengan presiden.

Oleh sebab itu, ahli hukum tata negara itu menyampaikan, wacana untuk menyetarakan kedudukan DPA dengan presiden telah menyalahi struktur ketatanegaraan. “Itu tidak dimungkinkan. Bagaimana mungkin dewan pertimbangan ditempatkan sejajar dengan presiden?” tuturnya.

Dia juga mengingatkan bahwa pada dasarnya anggota DPA ditunjuk oleh presiden. Dengan demikian, seharusnya status mereka tetap berada di bawah presiden. “Bagaimana bisa organisasi yang dibentuk oleh presiden justru sejajar dengan presiden?” ucapnya.

Lebih lanjut, Herdiansyah juga mengatakan bahwa pembentukan DPA tidak memiliki dasar hukum yang kuat di dalam konstitusi meski dahulu lembaga itu pernah diatur secara khusus dalam Bab IV UUD 1945.

“Setelah reformasi, lembaga itu ditarik (pemerintah) dan berubah menjadi Wantimpres,” katanya.

Untuk diketahui bahwa Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR resmi menyetujui revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menjadi rancangan undang-undang usul inisiatif DPR. Adapun revisi aturan itu akan mengubah UU Wantimpres menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA).

disepakati, Ketua DPD Puan Maharani memberikan pidato penutupan.

Keputusan itu sebelumnya disepakati sembilan fraksi DPR dalam rapat pleno atau pengambilan keputusan yang digelar Badan Legislatif DPR pada Selasa, 9 Juli 2024. Adapun penyusunan revisi UU Wantimpres ini dikebut lantaran hanya membutuhkan waktu satu hari di Baleg untuk akhirnya bersepakat membawanya ke rapat paripurna.

Dalam draf revisi Undang-Undang Dewan Pertimbangan Presiden akan memperbolehkan anggota partai politik untuk menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung. Dewan Pertimbangan Agung akan menjadi lembaga yang menggantikan Dewan Pertimbangan Presiden.

Ketua Badan Legislasi DPR RI, Supratman Andi Agtas, membenarkan pasal yang melarang pimpinan partai politik dihilangkan sesuai kesepakatan rapat Baleg pada Selasa, 9 Juli 2024. “Itu disepakati kemarin untuk tidak ada lagi larangan. Jadi bukan hanya untuk anggota partai politik, tetapi juga semua yang duduk sebagai pimpinan ormas juga boleh (menjadi anggota),” kata Supratman saat dikonfirmasi Tempo, Rabu, 10 Juli 2024.

Dalam Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006, anggota Dewan Pertimbangan Presiden tidak boleh merangkap sebagai pejabat negara, pejabat struktural, dan pimpinan partai politik maupun organisasi masyarakat, yayasan, perusahaan swasta dan negeri, serta pejabat perguruan tinggi negeri maupun swasta.

Di Pasal 12 ayat (2) menyebutkan pejabat negara, ormas, atau anggota partai politik dan lainnya seperti disebutkan pada ayat (1) wajib mundur 3 bulan sebelum tanggal pengangkatan Dewan Pertimbangan Presiden.

Matahukum/dari berbagai sumber