
GNPK: Segera Bentuk Komisi Pemberantasan Mafia Peradilan Gantikan KY, Sebagai Respon atas Ditetapkanya 4 Hakim Jadi Tersangka Suap
Jakarta,MHI– Mahkamah Agung (MA) bakal memberhentikan sementara empat hakim dan panitera pengadilan yang jadi tersangka suap pemberian vonis lepas dalam perkara korupsi minyak goreng oleh Kejaksaan Agung.
Selanjutnya, MA menunggu kasus hukum inkrah atau berkekuatan hukum tetap.
“Hakim dan panitera yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan akan diberhentikan sementara,” ujar Juru Bicara MA Yanto dalam konferensi pers di Jakarta, Senin 14 April 2025.
Dalam kesempatan tersebut Yanto menjelaskan MA akan resmi memberhentikan para tersangka jika sudah ada putusan tetap pengadilan. “Jika telah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap akan diberhentikan tetap,” tuturnya.
– Ditetapkanya 4 hakim oleh pihak Kejaksaan Agung membuat banyak pihak bersuara. Diantaranya Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi ( GN-PK ), Dr. H Adi Warman.
Dalam siaran pers nya diterima pada, Senin 14 April 2025, Adit Warman sangat terkejut dengan di ditetapkanya 4 hakim tersebut sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung.
“Dalam beberapa waktu terakhir, publik dikejutkan oleh banyaknya hakim yang dijadikan tersangka oleh Kejaksaan Agung. Fenomena ini mencerminkan krisis serius dalam sistem peradilan kita”, tutur Adi.
Ketika kekuasaan kehakiman yang seharusnya merdeka lanjut Adi Warman, justru diguncang dari dalam oleh praktik korupsi dan intervensi eksternal, maka sudah saatnya Indonesia mengambil langkah luar biasa: membentuk Komisi Pemberantasan Mafia Peradilan.
Komisi ini kata Adi diusulkan sebagai wajah baru dari Komisi Yudisial dengan mandat tegas: memberantas korupsi dan praktik mafia di seluruh ekosistem peradilan, termasuk:Penyelidik dan Penyidik serta penyidik pembantu penuntut Umum (Jaksa) dan pegawai kejaksaan Advokat dan Kuasa Hukum Hakim Panitera serta pegawai peradilan lainnya.
Komisi ini akan fokus pada penegakan integritas di jalur yudisial, yang selama ini menjadi blind spot dalam pemberantasan korupsi nasional.
Biarlah Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) tetap fokus pada pemberantasan korupsi di lingkup eksekutif dan legislatif, sedangkan mafia peradilan diberantas oleh lembaga tersendiri yang memahami struktur, etika, dan kompleksitas lembaga yudikatif.
Mengapa Komisi Ini Mendesak Dibentuk?
Tumpang Tindih Wewenang Membuat Lemah Penegakan Integritas di Peradilan
Selama ini, KY, MA, dan KPK memiliki batasan yurisdiksi yang saling menunggu. Akibatnya, praktik mafia peradilan sulit disentuh secara tuntas.
Perlu Penanganan yang Spesifik, Tegas, dan Terfokus
Korupsi di ranah peradilan melibatkan aktor-aktor dengan kekuasaan diskresi tinggi dan relasi “tertutup”. Hanya lembaga khusus yang bisa menembus tembok ini.
Restorasi Kepercayaan Publik
Tidak akan ada keadilan jika aparat penegak hukum—dari penyidik hingga hakim—dibiarkan menjadi bagian dari sistem yang korup. Publik butuh bukti bahwa negara berpihak pada keadilan yang bersih.
Tuntutan Kami:
Presiden dan DPR RI segera membentuk Komisi Pemberantasan Mafia Peradilan sebagai lembaga independen dengan dasar hukum kuat, setara KPK.
Komisi ini diberi wewenang sebagai penyelidik, penyidik, dan penuntut umum khusus dalam ranah peradilan.
Menjalin koordinasi sinergis dengan KPK, Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan Kejaksaan Agung tanpa saling tumpang tindih.
Melakukan pemeriksaan etik dan investigasi secara aktif terhadap praktik suap menyuap, jual beli perkara, intervensi kekuasaan, hingga persekongkolan dalam proses penegakan hukum.
“Kami yakin, jika keadilan ingin ditegakkan, maka ranah peradilan harus dibersihkan terlebih dahulu. Dan pembersihan ini tak bisa hanya dengan harapan dan himbauan—harus dengan tindakan nyata, melalui Komisi Pemberantasan Mafia Peradilan”, tutup Adi Warman.