KOTAK SIMALAKAMA, PEMILU PROPORSIONAL TERBUKA ATAU TERTUTUP?
Jakarta, MHI- Kisruh gugatan uji materi Undang-Undang No 7 Tahun 2017 terkait sistem pemilu proporsional terbuka yang diajukan ke mahkamah konstitusi.
Mahkamah konstitusi melakukan pengujian materiil karena berkaitan dengan konsisten, koheren, dan korespondensi undang-undang.
Mengingat, Peserta pemilu adalah partai politik. Kalau keputusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat final dan bending ini yang dianulir sendiri oleh Mahkamah Konstitusi.Tentu akan akan menimbulkan pertanyaan masyarakat yaitu dimana letak kepastian hukum tersebut.
Kegaduhan terjadi di saat munculnya pendapat mengenai pemilu proporsional dilakukan secara terbuka atau tertutup.Kisruh terjadi disebabkan 8 fraksi di parlemen desak Mahkamah Konstitusi tolak gugatan sistem pemilu tertutup sedangkan 1 fraksi berpendapat bahwa pemilu 2024 sebaiknya dilakukan dengan proporsional tertutup .Hal ini menjadi cilal bakal terjadinya kegaduhan menjelang pemilu.
“Mudah-mudahan ini hanya menjadi kegaduhan hukum saja , tidak masuk menjadi kegaduhan akar rumput. Saya berharap kedewasaan peserta pemilu harus terus ditingkatkan” ucap Adi Warman
Perlu diketahui, Proporsional terbuka adalah sistem pemilu yang memilih anggota legislatif secara langsung. Jadi dikertas suara akan ada nama dan foto wakil dari fraksi-fraksi tersebut seperti pemilu sebelumnya. Sedangkan Proporsional tertutup itu hanya memilih partai .
“Jadi partai yang menentukan siapa yang akan duduk di lembaga legislatif” Lanjut Adi pada talkshow Serambi Adi Warman
“Pada saat Uji materiil dilakukan oleh para pemohon menggunakan 8 pasal satu diantaranya Undang-Undang No 7 Tahun 2017 ayat 2 disitu dikatakan “ Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dilakukan dengan sistem proporsional terbuka”. Sedangkan sesuai dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi No 22 Tahun 2008 terkait dengan pasal 214 substansinya hampir sama.Kasus seperti ini menimbulkan pertanyaan apakah tidak Ne Bis In Idem yang artinya perkara dengan objek , para pihak dan materi pokok perkara yang sama diputus oleh pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap baik mengabulkan atau menolak, tidak dapat diperiksa kembali untuk kedua kalinya” terangnya.
Apalagi Pemohon uji materiil bukan dari pihak partai politik sementara pasal Pemilu Legislatif terbuka terkait dengan pemilihan anggota DPR dan DPRD. Oleh sebab itu ada pihak terkait dalam hal ini. Sidangnya masalah tersebut sudah berlangsung 4 kali.
“Akan sangat riskan jika Mahkamah Konstitusi berbeda pendapat dengan putusannya karena kalau putusannya bersifat final dan bending terus dianulir sendiri oleh Mahkamah Konstitusi lalu akan menimbulkan permasalah baru dimana letak kepastian hukumnya?” ungkap Adi
Adi memberikan saran kepada para peserta pemilu untuk menghargai dan menghormati dan patuhi hukum yang sudah ada jangan buat masyarakat bingung.
“Kalau memang sudah proporsional terbuka ya harus patuh karena sudah berbentuk Undang-Undang. Barangkali yang menggugat ini ingin memberikan pelajaran hukum kepada Partai Politik terkait dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi. .Partai politik diharapkan tidak mengumbar sahwat politiknya yang dapat merugikan rakyat. “ harapnya.