SELAIN DIDUGA MELANGGAR PP NO 17 TAHUN 2010, SMPN 1 KANIGORO JUGA DIDUGA LAKUKAN PUNGLI
Blitar, MHI,- SMPN 1 Kanigoro diduga melanggar Peraturan Presiden No 17 tahun 2010 dengan menjual seragam sekolah kepada siswa-siswinya. Peraturan Presiden tersebut mencantumkan larangan untuk sekolah negeri terkait penjualan seragam , buku maupun pungutan pada penyelenggaraan kegiatan tambahan pelajaran.
Sebenarnya untuk pembelian seragam bisa dilakukan di toko seragam luar sekolah, akan tetapi praktik penjualan seragam justru dilakukan di sekolah oleh oknum guru. Hal tersebut ditemukan oleh awak media berdasarkan informasi dari siswa.
Saat dikonfirmasi, Kepala Sekolah SMPN 1 Kanigoro menjelaskan jika yang memiliki toko seragam adalah guru matematika yang penjualannya dilakukan oleh komite.
Saat dikonfirmasi oleh media, Kepala Sekolah justru menunjukkan sikap arogansinya dengan menduga adanya unsur pemerasan yang dilakukan oleh awak media tersebut. Sikap tersebut sama saja menghalang-halangi tugas jurnalis sesuai dalam UU Pers No. 40 Tahun 1999.
Tindakan menghalangi kegiatan jurnalistik jelas diatur di dalam UU Pers No 40 Tahun 1999 pada Pasal 18 Ayat (1) yang menyebutkan, bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah). Selain itu Indonesia melalui UU No. 12 Tahun 2005 juga telah meratifikasi kovenan internasional tentang hak-hak sipil dan politik. Kovenan tersebut antara lain mewajibkan pemerintah untuk melindungi kemerdekaan pers.
Pihak SMPN 1 Kanigoro diduga melakukan penjualan seragam lewat salah satu guru disekolah tersebut yang merupakan salah satu ASN di Kabupaten Blitar . Setiap siswa diarahkan untuk melakukan pembelian seragam senilai Rp. 1.300.000 pada toko milik pribadi guru tersebut.
Selain diduga melakukan penjualan seragam, pihak sekolah juga diduga melakukan pungli dengan membebankan iuran sebesar Rp. 60.000 per siswa untuk pembelian wastafel dalam rangka lomba adiwiyata dan Rp. 300.000 untuk biaya extra kulikuler setiap tahunnya yang dilakukan oleh Komite Sekolah.
Setiap kelas terdiri dari 32 siswa sedangkan untuk kelas 7 saja terdapat 10 kelas , Hal ini menunjukkan iuran tersebut mendapatkan hasil yang cukup fantastis. Dari berbagai iuran tersebut menjadi keluhan wali murid yang merupakan keluarga kurang mampu sampai akhirnya menjadi temuan awak media. Hal tersebut tentu saja tidak mengindahkan Peraturan Presiden No 87 Tahun 2016 yang sering di tegaskan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo tentang sapu bersih pungutan liar bahkan ini terjadi didunia pendidikan.
Saat dikonfirmasi lewat pesan WhasApp , Ketua Komite SMPN 1 Kanigoro mengatakan jika siang hari pihaknya tidak dapat ditemui karena kesibukannnya.
Sebagai pengelola uang negara yang harusnya dapat bersikap transparan di jaman keterbukaan publik saat ini.
Dari berbagai dugaan tersebut, diharap Aparat Penegak Hukum dan UPP Kabupaten Blitar sebagai unit pemberantasan pungli segera menindaklanjuti karena melanggar peraturan peraturan diantaranya Peraturan Kemendikbud 1/2021 dan PP No 17 tahun 2010 dan . (TIM)