
Terlilit Utang Rp40 Juta, Warga Blitar Rekayasa Jadi Korban Begal di Tengah Hutan
BLITAR, MHI – Kepolisian Sektor (Polsek) Kesamben, Kabupaten Blitar, berhasil mengungkap dugaan tindak pidana pencurian dengan kekerasan (begal) yang dilaporkan terjadi di Jalan Raya Brongkos, tengah hutan Desa Brongkos, Kesamben. Berdasarkan hasil pemeriksaan, korban berinisial E W (35), seorang petani asal Desa Binangun, Binangun, Blitar, ternyata merekayasa kejadian tersebut karena terlilit utang.
Peristiwa rekayasa ini dilaporkan terjadi pada Selasa, 30 September 2025, sekitar pukul 04.30 WIB dan baru dilaporkan ke Polsek Kesamben sekitar pukul 05.30 WIB oleh seorang saksi bernama Badik.
Kronologi Laporan dan Kejanggalan Polisi
Awalnya, pelapor Badik mendatangi Polsek Kesamben dan melaporkan adanya kejadian begal. Petugas segera mendatangi Tempat Kejadian Perkara (TKP) untuk melakukan olah TKP dan menolong korban E W.
Kepada polisi, E W mengaku saat melintasi jalan di tengah hutan tersebut, ia dihentikan oleh seseorang yang kemudian merampas uang tunai miliknya sekitar Rp 40.000.000,- (Empat Puluh Juta Rupiah). Setelah itu, E W mengaku diikat dengan tali dan dibawa masuk ke dalam hutan sejauh kurang lebih 50 meter dari pinggir jalan, lalu ditinggalkan di sana.
Saat polisi tiba di lokasi, situasi sudah ramai warga dan korban ditemukan sudah dalam kondisi terlepas dari ikatan tali. Saksi lain, Sunari dan Tanijo, adalah warga yang pertama kali menolong korban di TKP.
Terungkap Modus Rekayasa Akibat Utang
Keterangan awal korban memicu kecurigaan petugas. Setelah pemeriksaan lebih lanjut dan mendalam, akhirnya E W mengakui bahwa kejadian begal tersebut adalah rekayasa. Ia nekat membuat cerita palsu itu dengan alasan terlilit hutang.
Atas pengakuannya ini, tafsir kerugian dari kasus pencurian dengan kekerasan tersebut dinyatakan nihil. Hingga berita ini diturunkan, E W masih dimintai keterangan intensif di Polsek Kesamben untuk proses penyelidikan lebih lanjut terkait rekayasa laporan tindak pidana.
Kasus ini menjadi peringatan bagi masyarakat agar tidak mudah membuat laporan palsu, sebab tindakan merekayasa tindak pidana dapat berujung pada proses hukum baru. (*)