Toko Kelontong Milik (S) Di Dusun Wungu Kerep Wonotirto Di Duga Juga Pengecer Solar Bersubsidi

BLITAR, MHI – Penerapan pembelian Bio Solar Jenis BBM Tertentu (JBT) yang bersubsidi dengan ketentuan wajib pakai QR code sudah berjalan di 34 Kota/Kabupaten di Indonesia dan kemudian dilakukan perluasan penerapan implementasi uji coba mencakup 19 wilayah di Jawa Timur, termasuk Blitar salah satunya.

Ketentuan ini di terapkan oleh PT Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus sejak 30 Januari 2023 yang bertujuan agar penyaluran lebih tepat sasaran dan sesuai dengan kuota harian. Dengan dasar Surat Keputusan Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) No.04/P3JBT/BPH Migas/KOM/2020.

Namun demikian adanya praktek-praktek penyimpangan masih saja kita temui di masyarakat, yaitu orang yang melakukan pembelian Bio Solar dengan kode QR dengan kuota terbatas yang seharusnya digunakan hanya untuk kebutuhan sendiri, akan tetapi kemudian di jual lagi dengan harga lebih mahal alias diecer. Seperti yang dilakukan oleh (S) yang tinggal di Dusun Wungu Kerep Desa Wonotirto Kecamatan Wonotirto, padahal ia membelinya di SPBU dengan harga bersubsidi.

Awalnya, (S) berdasarkan informasi yang kami dengar, selain pemilik toko kelontong ia juga menjadi pengecer solar bersubsidi, kemudian diam-diam hal itu kami buktikan dengan datang sebagai pembeli di tokonya. Eh, ternyata benar, ia terbukti menjual solar tersebut dengan harga Rp.8,500 per liternya.

Lantas kenyataan itu kami tanyakan kepada mbak yang melayani kami, Senin (7/2/2023) yang kami kira ia adalah pemilik toko itu, namun pengakuannya ia hanyalah sekedar pembantunya saja disitu.”Maaf saya hanya pembantu kok, saya cuma melayani pembeli, kalau bertanya soal itu tanyakan saja sama pak (S) yang punya toko ini nggih,” katanya pada kami.

Setelah itu iapun menyampaikan kedatangan kami pada (S) pemilik toko yang kebetulan baru pulang kembali ke rumah. Herannya,(S) saat kami tanya ia terlihat biasa-biasa dan tidak terkejut menanggapi pertanyaan kami, meski ini menyangkut usaha dia menjual solar bersubsidi yang jelas-jelas dilarang Pemerintah, seolah-olah ia tidak merasa melakukan pelanggaran hukum.

Kami memang orang awam yang tidak mengerti hukum, terus kalau aturannya seperti itu lalu solusinya gimana, tolong bantu kami,” ucapnya terbata-bata.

Ketika kami sampaikan bahwa praktek penjualan seperti ini dilarang, karena melanggar hukum. Kamipun merasa aneh, karena ia seorang pedagang yang memiliki barkod atau kode QR sebagai syarat pembelian yang ia tunjukkan pada kami, semestinya sudah tahu tentang aturan-aturan sehingga di buat ketentuan itu.

Dalam My Pertamina yang ia punya sudah jelas pembelian itu teruntuk kendaraannya dengan nomor seri AG 9583 PH dan ada keterangan berbunyi, “Tunjukan Kode QR ketika bertransaksi di SPBU”.-Status penerima subsidi tidak bersifat permanen dan dapat berubah sewaktu-waktu menyesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.-Penggunaan Kode QR merupakan tanggungjawab pendaftar.

Dengan fakta tersebut diatas di duga baik dengan ketidaktahuan atau kesengajaan yang dilakukan oleh (S) sebagai pengecer solar bersubsidi yang pasti dia telah melakukan pelanggaran hukum, yaitu berupa penyalahgunaan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak yang disubsidi Pemerintah. Yakni Pasal 40 angka 9 UU RI No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengubah Pasal 55 UU RI No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi Jo Pasal 55 KUHPidana. Dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi Ro.60 miliar.

Temuan ini di lapangan kiranya menjadi perhatian dan selanjutnya segera dapat ditindaklanjuti oleh Aparat Penegak Hukum sesuai aturan yang berlaku. (Team)