WABUP RAHMAT : UNTUK SELESAIKAN SENGKETA LAHAN PEMKAB BLITAR HADIRKAN PROFESOR HUKUM AGRARIA
Blitar, MHI– Untuk menghadapi sengketa lahan yang sedang terjadi, Pemerintah Kabupaten Blitar menghadirkan Guru Besar Hukum Agraria Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Prof. Dr. Maria S.W. Sumardjono, SH,MCL,MPA. Hal itu disampaikan Wakil Bupati (Wabup) Blitar Rahmat Santoso dilakukan untuk mempercepat upaya penyelesaian sengketa 6 lahan di Kabupaten Blitar, yang sudah berlangsung bertahun-tahun.
Tampak hadir dalam Rakor ini Kepala BPN Kabupaten Blitar Sukidi, Pasi Intel Kodim 0808 Blitar Kapten Kav Eko Wahyudiono, Kasat Reskrim Polres Blitar AKP Tika Pusvitasari, Jaksa Fungsional Kejari Blitar Dwi Budi Setiari, Sekda Kabupaten Blitar Izul Marom, Kepala Bakesbangpol Kabupaten Blitar Budi Hartawan, Kepala Satpol PP Kabupaten Blitar Rustin Tri Setyobudi, Inspektur Kabupaten Blitar Agus Cunanto, Kepala Bapenda Kabupaten Blitar Asmaningayu Dewi Lintangsari, Kepala Bappeda Litbang Kabupaten Blitar Jumali, Kepala Dinas Perkim Kabupaten Blitar Adi Andaka, beberapa camat lokasi lahan sengketa dan GTRA dari unsur masyarakat.
Kehadiran Guru Besar Hukum Agraria UGM, Prof Maria ini dikemas dalam Rapat Koordinasi Tim Gugus Tugas Refoma Agraria (GTRA), dengan tema “Penanganan Lokasi Prioritas Reforma Agraria di Kabupaten Blitar” di Pendopo Ronggo Hadi Negoro (RHN) pada Senin (27/2/2023).
Rakor ini membahas permasalahan reforma agraria yang spesifik pada 6 objek, antara lain Perkebunan Rotorejo Kruwuk, Perkebunan Karanganyar, Perkebunan Swarubuluroto, Perkebunan Tjengkeh/Branggah Banaran, Perkebhnan Gondang Tapen, Lahan kompensasi PTPN XII Penataran.
“Semuanya yang terkait sengketa lahan dipersilahkan bertanya langsung, bisa mendapat jawaban dari sisi hukum berdasarkan aturan yang ada. Semacam secong opinion, untuk menyelesaikan masalah yang sudah bertahun-tahun ini,” jelas Wabup Rahmat.
Wabup berharap setelah mendapat penjelasan dari Profesor Hukum Agraria semua masalah sengketa bisa segera diselesaikan. “Agar status tanahnya jelas, tidak terus-terusan demo yang ditumpangi banyak kepentingan. Makanya dihadirkan profesornya atau ahlinya,” tandasnya.
Beberapa pertanyaan yang disampaikan lebih banyak pada masalah Hak Guna Usaha (HGU) yang telah berakhir masa berlakunya, bagaimana status tanahnya. Kemudian penguasan atas lahan, selama proses perpanjangan HGU.
Kasat Reskrim Polres Blitar, AKP Tika Pusvitasari mengungkapkan sampai saat ini terjadi saling lapor, antara PPKM dan perkebunan. “Totalnya ada sekitar 14 laporan, terkait legalitas, dimana perkebunan merasa punya HGU yang sedang diperpanjang dan PPKM menganggap HGU habis maka kembali jadi tanah negara,” kata AKP Tika.
Profesor Maria menanggapi masalah tersebut menerangkan jika HGU habis misalnya pada 2019, menurut PP No. 40 Tahun 1996 maka pengajuannya paling lambat 2018. Namun jika terlambat pengajuan perpanjangan, itu secara hukum masih diperbolehkan untuk pengajuan pembaharuan hak bukan perpanjangan hak. “Menurut UUPA Tahun 1960 jika HGU berakhir maka kembali ke negara (HGU dihapus) juga tidak salah, namun selama tidak diperpanjang dan tidak diperbaharui. Ini sejalan dengan PP No. 18 Tahun 2021, HGU dihapus ketika tidak diperpanjang dan tidak diperbaharui,” terangnya.
Jika HGU di hapus lanjut Profesor Maria ada namanya Hak didahulukan / Hak Prioritas, ini bersumber dari hukum adat. Namun Hak Prioritas yang melekat ini belum dibatasi waktunya, dalam hukum adat juga dikenal asas pemisahan horisontal. Bahwa bangunan di atasnya pada prinsipnya terpisah dengan tanah, kecuali yang punya sama.
Menurut PP No. 18 Tahun 2021 permohonan perpanjangan HGU dapat dilakukan jauh sebelum hak nya habis, bahkan setelah 2 tahun HGU habis masih diberi waktu 2 tahun untuk mengajukan pembaharuan hak selama usaha tersebut dinilai efektif. “Serta Clean tidak ada tuntutan, hubungan penjaminan oleh orang lain tidak ada beban apapun. Clear itu tidak ada yang menduduki objek tersebut oleh pihak lain. Jika ingin Clean and Clear, bagaimana caranya orang yang menduduki tersebut bisa pindah, dengan ganti rugi atau cara lain. Jika memang tidak bisa memindahkan penduduk tersebut saat ini, maka yang disertifikatkan yang tidak diduduki terlebih dahulu agar proses tidak berhenti,” paparnya.
Diakhir Rakor tersebut ,Wabup Rahmat menyampaikan bahwa keberadaan Tim GTRA di daerah, sesuai penjelasan Profesor Maria, tidak boleh ikut campur atau intervensi menentukan lokasi lahan redistribusi. “Karena tidak ada ketentuan yang mengatir lokasi pelepasan tanah redistribusi, Tim GTRA juga tidak diperbolehkan turut menentukan lokasi redistribusi,” imbuhnya.