Yayasan Kampus Unizar Mataram Terjadi Sengketa Sesama Saudara, Belum Ada Titik Temu

Mataram, MHI – Sidang perkara hukum perdata sengketa Yayasan Unizar Mataram, Nusa Tenggara Barat dengan No. 287/Pdt.G/2021/PN.Mtr. masih belum menemui jalan keluar, hal tersebut terjadi karena tidak adanya komunikasi yang terjalin baik dari tergugat dengan penggugat, jika kedua belah pihak ada komunikasi dan kesepakatan yang baik, yang tidak merugikan fihak lain maka tidak akan ada sengketa lagi.

Dengan demikian keputusan majlis hakim akan menjadi babak penentu dalam penyelesaian sengketa Yayasan Unizar Mataram, Nusa Tenggara Barat. Diharapkan majlis hakim dalam memutus perkara tersebut bisa adil, berdasarkan keterangan saksi-saksi dan alat bukti yang ada. Mengingat perkara sengketa Yayasan Unizar Mataram akan menjadi perhatian publik, juga KY (Komisi Yudisial) dan MA (Mahkamah Agung).

Komentar Adhi Dharmawan, S.H., M.H. Advokat yang berkantor di Jawa Timur menyampaikan, “Perkara Hukum Perdata sengketa Yayasan Kampus Unizar Mataram, Nusa Tenggara Barat terjadi karena tidak adanya jalinan komunikasi baik dan saling menguntungkan”, kata Adhi

Penggugat melakukan gugatan karena adanya dugaan perubahan akta yayasan yang dapat berubah tanpa mengikuti aturan dan syarat-syarat sebagaimana sudah di atur dalam perundang-undangan yang berlaku. Seperti, akte yang ditanda tangani tidak di depan notaris, akte tersebut ditanda tangani di Jogjakarta. Harusnya akte tersebut di tanda tangani di Mataram, Nusa Tenggara Barat, mengingat domisili notaris maupun yayasan berada di Mataram, Nusa Tenggara Barat”, imbuh Adhi

Ada juga kejanggalan yang lain, perubahan akta itu tidak sesuai dengan Minuta Akta sebelumnya. Serta, salah satu pendiri yang juga termasuk pembina dari mereka ada yang meninggal dunia, yangmana seharusnya semua ahli waris dari beliaunya itu semuanya harus masuk dalam akta tersebut, tetapi yang masuk hanya satu saja, dan dalam aturan yang berlaku itu tidak bisa jika yg di masukkan hanya salah satu ahli waris. Boleh salah satu ahli waris masuk asalkan ada kuasa dari ahli waris yg tidak dimasukkan, tetapi dalam masalah ini kuasa itu tidak ada“, tambah Adhi

Menurut Adhi, bilamana terjadi perubahan akta harusnya ada rapat yang dihadiri oleh semua pendiri dan pengurus, kecuali ada surat kuasa yang menerangkan tidak bisa hadir. Dalam perubahan akta, tergugat tidak bisa menunjukkan bukti-bukti atau dokumentasi saat tanda tangan perubahan akta dihadapan notaris, juga tidak adanya bukti tentang dibacanya perubahan akta di depan notaris baik foto maupun vidio. Saat ini yang nampak hanyalah foto-foto saat merayakan hari raya saja, bukan dokumentasi penandatanganan perubahan akte di depan notaris maupun dokumentasi rapat ataupun pertemuan-pertemuan penting lainya”, sambung Adhi

Masih menurut Adhi, mengingat cara melakukan perubahan akta tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku di negara kita, dimana perubahan akte dibuat tidak didepan notaris atau yang mewakili, dapat menyalahi hukum yang berlaku, oleh karena itu akte tersebut bisa batal demi hukum.

Dan, berdasarkan pasal 1866 KUH Perdata/pasal 164 HIR, alat bukti yang diakui dalam perkara perdata terdiri dari bukti tulisan, bukti saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah. Alat bukti tulisan/tertulis/surat, ditempatkan dalam urutan pertama. Hal ini bersesuaian dengan kenyataan bahwa dalam perkara perdata, surat/dokumen/akta memegang peran penting. Pembuktian dalam Perkara Perdata adalah upaya untuk memperoleh kebenaran formil (formeel waarheid). Kebenaran formil didasarkan pada formalitas-formalitas hukum sehingga akta otentik memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat. Sempurna berarti hakim tidak memerlukan alat bukti lain untuk memutus perkara selain berdasarkan alat bukti otentik dimaksud. Sedangkan mengikat berarti hakim terikat dengan alat bukti otentik kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.

“Itu berarti apa?. Harus dilampirkan alat bukti asli, sementara diduga bahwa tergugat tidak melampirkan alat bukti asli, diduga hanya foto copy saja tanpa lampiran dokumen asli.
Semoga Hakim bisa memutus perkara dengan baik, bijak dan adil”,
Ujar Adhy.

“Saya berharap mereka berdamai sebelum putusan, karena mereka adalah _saudara kandung_. Penggugat melakukan gugatan sebenarnya karena marah karena tidak adanya keterbukaan keuangan yayasan, tidak adanya laporan keuangan. walaupun hal itu tidak disampaikan dalam gugatannya.
Ya PPATK, Kemenkumham dan Kementerian Pendidikan mungkin bisa memeriksa yayasan tersebut karena diduga ada permainan di dalamnya“. Tutup Adhy *_(Tim)_*