Mediasi Ketiga Sengketa Tanah Gagal, Ternyata Ini Penyebabnya

BLITAR, MHI- Gagalnya mediasi lanjutan sengketa tanah di desa Kalipucung Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar, Senin (19/9/2022) dikarenakan pihak tergugat tidak bisa dihadirkan di kantor desa. Berbeda dengan mediasi sebelumnya yang mengundang Forum Pimpinan Kecamatan (Forpimcat) kali ini Kepala Desa Kalipucung Tri Hartono mengundang Dinas Sosial Kabupaten dan Forpimcat hadir dalam proses mediasi. Kehadiran staf dari Dinas Sosial Kabupaten ini menimbulkan pertanyaan bagi pihak penggugat terkait kepentingannya.

Setelah sekian lama menunggu pihak tergugat tak kunjung hadir mediasi pun dinyatakan ditunda sampai hari Kemis mendatang. gagalnya mediasi yang sebelumnya sudah direncanakan dengan baik membuat kecewa penggugat dalam hal ini pemilik lahan. Melalui pendampingnya Laskar Merah Putih Macab Kabupaten Blitar diwakiili Ketua Harian LMP Hardoyo mengatakan ” Kami Laskar Merah Putih mendampingi kepentingan warga sesion ketiga belum menemukan titik temu. Jadi finalti nanti tiga hari atau dua hari setelah sekarang itu sudah final, jadi kami mohon semua pihak untuk mencermati jalannya proses ini biar kita ada unsur keterbukaan publik, kita mencerdaskan bangsa jangan sampai masyarakat terasa ada hak hak yang belum didapatkan karena bukan jamannya, jaman DD ADD sudah bergulir sejak 2012 otomatis semua perangkat desa sudah mendapat kesejahteraan jadi saya titip pesan kepada semua termasuk APH Kabupaten Blitar inilah konsekwensi kami sebagai LMP bukan sebagai sok pahlawan kami menjejekan suatu urusan biar ada unsur kenyamanan hak hak masyarakat yang didapatkan “.

Tri Hartono Kepala Desa Kalipucung saat dikonfirmasi terkait gagalnya mediasi ini mengatakan ” Hari ini kita mediasi yang kesekian kalinya dan ini tadi ibu Katiyo tidak bisa hadir terus kami akan mediasi lagi pada hari Kemis depan, kami akan undang kembali “.

Terkait kehadiran petugas dari Dinas Sosial Kabupaten Blitar Tri Hartono menyampaikan ” ini kan perlu penyeimbang jadi kami sampaikan kepada pak sekcam kami minta bantuan saya itu harus melakukan apa selaku pemerintah Desa, ada dua warga yang berseberangan yang satu merasa memiliki yang satu merasa membeli. Akhirnya kami ambil jalur untuk komunikasi. Pertimbangannya Dinas Sosial di hadirkan ketika nanti tanah diambil,orang tua ini mau menempati dimana karena faktor usia apabila nanti terjadi pengosongan itu nanti urusannya Dinas Sosial “.

Hardoyo Ketua Harian LMP Macab Blitar menanggapi soal kehadiran Dinas Sosial Kabupaten Blitar ” beliau beliau itu merasakan sepihak dari unsur yang kami permasalahkan yang nota bene menduduki tanah klien kami dari unsur lansia mereka, tapi beliau beliau itu tidak memandang dari unsur kepentingan kami bahwa ahli warispun ada yang cacat secara permanen tidak bisa kerja. Kalau kita ngomong dinsos tidak pada tempatnya. Tempatnya nanti di peradilan.

Sementara itu Sri Juliana selaku perwakilan keluarga pemilik tanah juga ahli waris menyampaikan rasa kecewanya atas gagalnya proses mediasi ini ” Saya itu bingung sama kantor desa sini saya itu mau mengurus sertifikat kenapa dipersulit katanya tanah sengketa, posisi itu tanah waris mereka bukan siapa siapa dan mereka gak punya data sama sekali tapi me gapa saya mengurus sertifikat dipersulit dari dulu sampai sekarang. Alasannya ada yang keberatan yaitu rumah belakang, sedangkan rumah belakang katanya jual beli tapi gak ada bukti gak ada saksi sama sekali.

Kasi Rehabilitasi Tuna Sosial Dinas Sosial Kabupaten Blitar Edi Winarto yang turut dalam pertemuan mediasi saat dikonfirmasi keikutsertaan instansi!nya dalam mediasi tersebut menyampaikan ” Jadi pada dampak sosialnya terkait dengan permasalahan ini. Yang jelas kami belum bisa menyampaikan kami sebagai pelaksana nanti kita laporkan ke pimpinan “.

Menurut catatan yang ada di desa tanah waris atas nama almarhum Aminatun seluas 140 M2 milik Jakarsih selaku ahli waris pada tahun 2021 telah dihibahkan ke anak ke lima Sri Yuliana, namun tertulis dalam catatan tersebut belum dijual ke Katiyo dan ada tulisan juga dijual ke Katiyo ( blm di balik nama), dijual ke Mashuri ( sudah di balik nama di buku leter C). Saat ini telah ada bangunan permanen di sebagian lahan tersebut oleh Katiyo yang merasa pernah membeli sebagian lahan sekitar 20 tahun lalu, sedangkan pemilik lahan Sri Yuliana anak ke 5 Jakarsi merasa tidak pernah menjual bagian dari tanahnya karena tidak ada bukti yang bisa ditunjukan terkait pembelian tanahnya.

Saat pemilik Sri Yuliana selaku ahli waris akan mengurus sertifikat tanah nya timbulah masalah, karena pihak pemerintah Desa mengatakan bahwa tanah tersebut tanah sengketa atas dasar keberatan warga yang telah membangun bangunan permanen dan menempati lahan tersebut. Hingga timbulah masalah sampai saat ini.

Yang jelas persoalan ini harusnya ada penyelesaian agar kedua belah pihak mempunyai kekuatan hukum atas kepemilikan lahan nya masing masing melalui mediasi dengan titik temu.(TIM)